Daftar di PayPal, lalu mulai terima pembayaran menggunakan kartu kredit secara instan.

Rabu, Maret 04, 2009

Asyiknya Sinetron Pukul 19.00 (?)

Isteri bukan pembantu. Memang.. aku tau, tapi ada beberapa saat atau moment yang aku butuh bantuan isteri. Aku gak tau dimana baju kerja yang akan kupakai besok. Koq gak ada di lemari. Kulihat tadi siang dia masak sayur “daun ubi tumbuk” kesukaanku, koq udah gak ada lagi? Habis? Siapa yang habisin?


Dan isteriku bukan membantu. Dengan hanya melambaikan tangan menandakan tidak tau atau gak mau tau atau minta jangan diganggu atau entahlah. Tapi yang pasti dia menjawab dengan “bahasa tangan” tersebut sambil matanya terus menatap televisi yang sedang dia tonton. Sinetron..


Tanggung Bang, sudah 68 episod aku nonton nih. Ntar yaa... Abang baik deh..” begitulah jawaban isteriku tersayang sambil sedikit menambah pujian usang agar aku tak marah.


Sinetron...Sinetron apa sih hebatnya dia? Manfaatnya apa sih? Yang baru aku tau cuma akibat nonton sinetron. Isteriku lalai memberi susu pada kedua bayi kesayanganku, hanya karena Mu mas Sinetron. Isteriku lupa menegur 2 anakku yang lain yang belum belajar dan masih bercanda.


Kalau Sinetron langganan istriku sudah muncul, aku harus bersiap jadi seorang bujangan. Aku harus siap menjadi “pejabat sementara” dengan jabatan : IBU RUMAH TANGGA. Harus siap menggendong sambil menyusui bayi kita. Maafkan aku ya sayang.


Kalau diamati secara dewasa dan mendalam bahwa cerita dalam sinetron tersebut mengisahkan kesabaran seorang wanita muslimah yang selalu dianiaya saudaranya, sabar walau dianiaya isteri yang lain dari suaminya bahkan sabar dianiaya majikan ketika bekerja di luar negeri. Tetapi, masih menurut penilaianku bahwa yang terlihat secara gamblang malah kekejaman, kedengkian, fitnah di sana sini dan segala sifat buruk2 lain yang tidak bisa diceritakan satu persatu.


Apakah tontonan seperti ini mendidik keluargaku? Mendidik Bangsaku? Walaupun sinetron yang ditonton bernafaskan islami, tapi tidak ada pendidikan positif yang secara gamblang dapat dipahami para penontonnya. Ada sih, tapi ntar ketika kisah sinetron tersebut memasuki episode akhir, kan happy ending.. Mungkin sekitar 5 episode terakhir dapat kita nikmati pembalasan untuk mereka yang selama sepanjang episode menikmati “bahagia” dari kerakusannya, menikmati hasil kedengkian, menikmati kesusahan orang lain, semuanya dibalas seadil-adilnya menurut versi sutradara.


Lalu, Siapa penontonnya yang sekaligus jadi korbannya? Kalau di rumahku yang pasti istriku tercinta. Tapi siapa korban disebelah rumahku? Siapa korban di RT sebelah? Apakah bangsa kita juga sudah menjadi korban?


Mungkin di depan televisi di seluruh Indonesia ada anak2, remaja dan segala umur dengan latar belakang yang berbeda. Sang televisi or sang sutradara sepertinya "sengaja" membentuk sifat penonton untuk menjadi boneka2 yang diinginkannya. Untuk sinetron yang ini sang sutrad ingin mengajarkan anakku cara melawan orang tua. Untuk sinetron yang ono sang sutrad ingin mengajarkan para wanita untuk menggugat cerai sang suami tercinta. Dan banyak lagi kemauan Bang sutrad yang ingin ditanamkan ke dalam kepala sang korban yang secara sadar atau tidak para korban mengetahuinya.


Mungkin sekarang para pelajar di kampungku di daerah Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat SUMUT sana sudah tau cara “bolos” sekolah atau kegiatan apa yang akan dilakukan dalam rangka kegiatan “bolos” tersebut. Mereka belajar dari televisi ya sinetron. Gimana cara nge”fly”, mereka belajar juga dari sang sutrad yang punya sinetron itu....he he..


Astaghfirullah...sedemikian serunya ya.


Itu baru dari sinetron, belum lagi dari tontonan lain yang keluar dari produk "elektronik bermata satu" tersebut.


Bahkan ada satu pemahaman para ulama bahwa televisi itu adalah sang dazzal bermata satu yang sudah hadir saat ini dan siap menghancurkan UMAT MANUSIA.

Wallahu alam.


Nauzubillahi min Zalik..


Mungkin gak ya.. ada sutradara yang mau bikin film tv or sinetron seperti yang aku mau. Ya paling tidak agar anak2ku, keluargaku tidak terjerumus, bahkan mungkin untuk bangsaku ini. Kalau aku sutradara, akan buat sinetron cerita apa saja yang telah lolos sensor dan mendidik tetapi dengan tambahan :


1. setiap episode, sebelum dan sesudah episode, ada pesan dari sutradara/ustadz/para pemain, thd sinetron yang akan tayang or yang sudah ditayangkan


2. diantara jeda iklan ada pesan dari si pemeran antagonis bhw sifat dia yang jahat tadi mhn jangan ditiru, ini hanya cerita yg menuntut dia berperan demikian


3. sebutkan di dalam pesan, apa saja sanksi dari sisi agama or sanksi hukum bila melakukan perbuatan jahat tersebut.

4. semua pesan2 penting yang akan disampaikan sebaiknya lebih banyak diutarakan pada sebelum tayangan, karena pesan yang diakhir tayangan lebih banyak tidak ditonton, karena penonton mending ambil remote cari channel lain


Wah tambahannya banyak amat ya..

Gak ada yang nontonlah Bang, kalau cuma tambahan kayak gitu sih sutradara udah pada tau cuma gak mau bikin. Takut rugi karena gak laku, wong buktinya sampe sekarang gak mereka bikin. Dan jatah iklanpun berkurang, habis dipake buat nyampein pesan. "Haiya..plodusel wanyak lugi oo..", kata adik angkatku Akiong yang tinggal disebelah rumah.


ehm...ngomong2, sekarang, istriku dimana ya?


"Di kamar pa", kata ilham anakku yang nomor 2.


Alhamdulillah, akhirnya dia selesai juga nonton sinetron itu.

Oh, tidak.. ternyata dia nyambung nonton sinetron yang ada di TV lain.


"Di luar gak dapat siarannya Bang, karena cuma pake antenna dalam, kalau di sini kan pake antena luar". kata isteriku dengan santainya.

Alamak....

Tidak ada komentar: